CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Sabtu, 26 Juli 2008

proses alir kerja pemancar tv

I.4 PROSES ALIR KERJA PEMANCAR TV
A. Pemancar televisi UHV dan VHFA.
Kualitas Penerimaan Siaran TelevisiBesarnya signal penerimaan siaran televisi disuatu tempat dipengaruhi beberapa parameter dari stasiun pemancar yang meliputi antara lain :Daya pancarGain dan sistem antena pemancarJarak lokasi pemancar dengan lokasi penerimaanFrequency saluran yang digunakanGain dan antena sistem dari pesawat penerimaProfile chart antara antena pemancar dengan antena pesawat penerimaKetinggian lokasi pemancar terhadap lokasi penerimaApabila dinyatakan dalam rumus, dapat kita lihat dengan jelas parameter-parameter yang berpengaruh pada penerimaan signal siaran televisi :Pfs(db) = Po(db) + Gant Tx(db) – Apl(db) + Gant Rx(db) Pfs(db) : Level Field Strength dalam satuan dBPo(db) : Power Output pemancar dalam satuan dBGant Tx(db) : Gain antena pemancar dalam satuan dBApl(db) : Anttenuasi Path Loss dalam satuan dBGant Rx(db) : Gain antena penerima dalam satuan dBB. Daya Pancar
Kiranya semua orang tahu bahwa besarnya daya pancar, akan mempengaruhi besarnya signal penerimaan siaran televisi disuatu tempat tertentu pada jarak tertentu dari stasiun pemancar televisi. Semakin tinggi daya pancar semakin besar level kuat medan penerimaan siaran televisi. Namun demikina besarnya penerimaan siaran televisi tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya daya pancar.
C. Gain Antena
Besarnya Gain antena dipengaruhi oleh jumlah dan susunan antena serta frequency yang digunakan. Antena pemancar UHF tidak mungkin digunakan untuk pemancar TV VHF dan sebaliknya, karena akan menimbulkan VSWR yang tinggi. Sedangkan antena penerima VHF dapat saja untuk menerima signal UHF dan sebaliknya, namun Gain antenanya akan sangat mengecil dari yang seharusnya.
D. Path Loss (redaman Ruang)
Path Loss dapat diartikan sebagai redaman propagasi, yaitu besarnya daya yang hilang dalam menempuh jarak tertentu. Besarnya redaman disamping ditentukan oleh kondisi alam seperti tidak adanya halangan antara pemancar dengan penerima dan kondisi altitude dari masing-masing lokasi maupun antara kedua lokasi, redaman sangat dipengaruhi oleh jarak antara pemancar dengan penerima dan frekwensi yang digunakan. Dengan tanpa memperhitungkan kondisi alam dan lokasi dimana pemancar dan penerima berada, besarnya Path Loss dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Free Space Loss” sebagai berikut :A pl(db) = +32,5(db) +(20 log D (km))(db) + (20 log F (Mhz))(db)
E. Kebutuhan Daya Pancar
Besarnya daya pancar yang diperlukan untuk menjangkau sasaran pada jarak tertentu dipengaruhi antara lain oleh besarnya frekwensi, ketinggian antena pemancar dan antena penerima serta profile antara lokasi pemancar dengan lokasi penerima, serta besarnya level kuat medan yang diharapkan dapat diterima oleh pesawat penerima. Besarnya level kuat medan penerimaan siaran televisi untuk frekwensi band tertentu, CCIR/ ITU-R memberikan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai referensi, namun demikina di setiap negara dapat saja memiliki kebijaksanaan tersendiri tentang kualitas penerimaan siaran televisi yang dikaitkan dengan persyaratan kuat medan minimum. Sampai saat ini di Indonesia belum ada kebijaksanaan khusus mengenai persyaratan minimum kuat medan pancaran siaran televisi yang harus dipenuhi untuk suatu penerimaan siaran televisi yang dianggap baik. Sementara itu, untuk kebutuhan perencanaan pengembangan perluasan jangkauan digunakan rekomendasi CCIR/ ITU-R sebagai acuan. Dibawah ini sebagai contoh disampaikan daftar kuat medan minimum menurut rekomendasi CCIR dan daftar kuat medan minimum yang digunakan oleh negara Australia.Untuk menganalisa perbedaan kebutuhan daya pancar antara pemancar VHF dengan UHF dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan propagasi gelombang pada “free space” ataupun menggunakan chart/ grafik propagasi yang disusun oleh CCIR serta dengan memegang variabel-variabel tertentu dalam kondisi yang sama. Pada kesempatan ini marilah kita lakukan perhitungan dengan menggunakan rumus propagasi gelombang pada “free space” dengan variabel-variabel yang dipegang tetap yaitu sebagai berikut :Jarak pemancar dengan penerima = 20 KmAntara pemancar dan penerima tidak ada halangan/ obstacle dan ketinggian antena pemancar dan penerima tidak diperhitungkanFrekwensi VHF = 200Mhz dan UHF = 500MhzPfs = Field strength untuk VHF = 75dbuV/m = -30dBm/Z = 50OhmPfs = Field strength untuk UHF = 80dBuV/m = -27dBm/Z = 50Ohm Gant = Gain antena = 10dBPo = power output pemancarPo(db) = Pfs(db) – Gant(db) + 32,5(db) + (20logD(km))(db) + (20logF(Mhz))(db)Dengan data sebagaimana tersebut diatas, dapat dihitung kebutuhan power output VHF yang dapat menjangkau sasaran sejauh 20Km adalah sebagai berikut :Po(db) = Pfs(db) – Gant(db) + 32,5(db) + (20logD(km))(db) + (20logF(Mhz))(db) Po(db) = -32bdm – 10db + 32,5db + 20log20 + 20log200 Po(db) = -32bdm – 10db + 32,5db + 26db + 46db Po(db) = 62,5 dbm = 2,5dbk = 1,8KWSedangkan untuk pemancar UHF diperlukan power output sebesar :Po(db) = Pfs(db) – Gant(db) + 32,5(db) + (20logD(km))(db) + (20logF(Mhz))(db) Po(db) = -27bdm – 10db + 32,5db + 20log20 + 20log500 Po(db) = -27bdm – 10db + 32,5db + 26db + 54db Po(db) = 75,5 dbm = 15,5dbk = 35KWApabila dilakukan perhitungan dengan menggunakan grafik rumus propagasi gelombang pada “free space” dengan variable-variable yang dipegang tetap yaitu sebagai berikut :Jarak pemancar dengan penerima = 20KmAntara pemancar dan penerima tidak ada halangan/ obstacleKetinggian antena pemancar = 150meter, dan ketinggian antene penerima penerima = 10meterPfs = Field strength untuk VHF = 75dbuV/m = -32dBm/Z = 50OhmPfs = Field strength untuk UHF = 80dBuV/m = -27dBm/Z = 50Ohm Gant = Gain antena = 10dBPo = Power output pemancarDengan data sebagaimana tersebut diatas dan dengan menggunakan standard CCIR, besarnya daya pancar dapat dihitung sebagai berikut :1. Perhitungan Daya Pancar Pemancar VHF,Dengan menggunakan grafik pada gambar 1, dapat dijelsakan bahwa dengan 1 Kw atau 0dbk ERP pada jarak 20Km dengan ketinggian antena pemancar 150 meter dapat diperoleh field strength sebesar 63dbuV/m. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk mendapatkan field strength sebesar 75dbuV/m pada jarak 20Km diperlukan ERP sebesar 12dBk dan dengan menggunakan antena pemancar dengan Gain 10dB, power output pemancar VHF yang diperlukan sebesar 2dBk atau 1,58KW2. Perhitungan Daya Pancar Pemancar UHF,Dengan menggunakan grafik pada gambar 2, dapat dijelaskan bahwa dengan 1 KW atau 0dbk ERP pada jarak 20Km denagn ketinggian antena pemancar 150 meter dapat diperoleh Field Strength sebesar 61dbuV/m. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk mendapatkan field strength sebesar 19dbk, dan dengan menggunakan antena pemancar dengan Gain 10dB, power output pemancar UHF yang diperlukan adalah sebesar 9dbk atau 8KW Dari uraian tersebut diatas dapat disampaikan bahwa untuk mendapatkan kualitas penerimaan gambar dan suara yang baik pada jarak yang sama diperlukan daya pancar yang lebih tinggi apabila menggunakan pemancar UHF dari pada apabila menggunakan pemancar VHF.F. Biaya InvestasiPenggunaan pemancar UHF untuk menjangkau daerah sasaran yang sama jauhnya, diperlukan biaya investasi yang jauh lebih besar daripada menggunakan pemancar VHF. Hal ini sangat wajar karena untuk menjangkau sasaran tertentu pemancar UHF memerlukan daya yang 3 s/d 5 kali lebih besar daripada daya pemancar VHF. G. Kualitas Kualitas hasil pencaran dari pemancar VHF dibandingkan dengan kualitas hasil pancaran dari pemancar UHF adalah sama asalkan keduanya memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah ditentukan. Perbedaan yang mungkin terjadi tudak akan dapat dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, tetapi hanya dapat diketahui dengan mengunakan alat ukur. Tidak adanya perbedaan kualitas penerimaan gambar dan suara dari pemancar televisi VHF dan UHF ini barangkali dapat ditanyakan kepada yang sempat melihat siaran televisi Singapore, Malaysia, Jepang ataupun Jerman, dimana perbedaan kualitas penerimaan siaran televisi VHF dan UHF tidak dapat di indentifikasi
.PENGGUNAAN PEMANCAR VHF OLEH TVRI
Berdasarkan peraturan internasional yang berkaitan dengan pengaturan penggunaan frekwensi (Radio Regulation) untuk penyiaran televisi pada pita frekwensi VHF dan UHF. Sesuai dengan sistem pertelevisian yang dianaut oleh indonesia yaitu CCIR B dan G maka penggunaan frekwensi tersebut telah diatur sebagai berikut :VHF band I : saluran 2 dan 3VHF band III : saluran 4 s/d 11VHF band IV : saluran 21 s/d 37VHF band V : saluran 38 s/d 70Sejarah pertelevisian di Indonesia diawali pada tahun 1962 oleh TVRI di Jakarta dengan menggunakan pemancar televisi VHF. Pembangunan pemancar TVRI berjalan dengan cepat terutama setelah diluncurkannya satelite palapa pada tahun 1975. Pada tahun 1987, yaitu lahirnya stasiun penyiaran televisi swasta pertama di Indonesia, stasiun pemancar TVRI telah mencapai jumlah kurang lebih 200 stasiun pemancar yang keseluruhannya menggunakan frekwensi VHF, dan pemancar TV swasta pertama tersebut diberikan alokasi frekwensi pada pita UHF. Kebijaksanaan penggunaan pita frekwensi VHF untuk TVRI dan UHF untuk swasta pada saat itu dilakukan dengan beberapa pertimbangan yang menguntungkan negara sebagai berikut :Jumlah saluran TV pada pita VHF yang jumlahnua hanya 10 saluran hampir seluruhnya telah digunakan untuk 200 stasiun pemancar terutama di pulau Jawa, maka pemancar TV swasta yang pertama dan berlokasi di Jakarata dialokasikan pada pita frekwensi UHF.Pemancar VHF lebih ekonomis dan tidak berbeda kualitasnya dengan pemancar TV UHF sangat cocok unruk stasiun penyiaran pemerintah yang terbatas dana pembangunannya.Kesinambungan pemeliharaan dan penggantian pemancar TVRI yang 70% adalah buatan LEN sangat didukung oleh hasil produksi LEN yang belum memproduksi pemancar UHF.TVRI terus memperluas jangkauannya sampai ke pelosok tanah air dimana saat itu masih banyak masyarakat di daerah yang belum mampu membeli pesawat TV berwarna dan pada saat itu pesawat hitam putih hanya dapat menerima saluran VHF

Rabu, 23 Juli 2008

TV DAHULU KALA,

Adalah suatu anugerah bagi kita, dengan hadirnya televisi yang memberikan begitu banyak informasi kepada kita. Beragam stasiun TV dengan aneka program siarannya yang disajikan dengan kualitas gambar dan tata suara yang apik, menjadikan televisi sebagai sumber segala informasi, berita, dan juga hiburan yang dibutuhkan kita semua. Hampir seluruh rumah tangga di Indonesia maupun dunia, memiliki sebuah televisi atau lebih.

Mari kita lihat sedikit sejarah televisi, dan menghargai para penemunya yang telah menghadirkan jendela dunia di ruang duduk keluarga kita, dimana semua benda lain dan kursi-kursi di dalamnya diatur untuk menghadap ke arahnya.


TV MEKANIK

Mungkin susah untuk dipercaya. Namun, penemuan cakram metal kecil berputar dengan banyak lubang didalamnya yang ditemukan oleh seorang mahasiswa di Berlin-Jerman, 23 tahun, Paul Nipkow[1883], merupakan cikal bakal lahirnya televisi.

Paul Gottlieb Nipkow
Baird Transmitter, 1926

Kemudian disekitar tahun 1920, para pakar lainnya seperti John Logie Baird dan Charles Francis Jenkins, menggunakan piringan Nipkow ini untuk menciptakan suatu sistem dalam penangkapan gambar, transmisi, dan penerimaannya. Mereka membuat seluruh sistem televisi ini berdasarkan sistem gerakan mekanik, baik dalam penyiaran maupun penerimaannya. Saat itu belum ditemukan Cathode Ray Tube [CRT].

Baird Televisor, 1930Vladimir Zworykin, yang merupakan salah satu dari beberapa pakar pada masa itu, mendapat bantuan dari David Sarnoff, Senior Vice President dari RCA [Radio Corporation of America]. Sarnoff sudah banyak mencurahkan perhatian pada perkembangan TV mekanik, dan meramalkan TV elektronik akan mempunyai masa depan komersial yang lebih baik. Insinyur lain, Philo Farnsworth, juga berhasil mendapatkan sponsor untuk mendukung idenya, dan ikut berkompetisi dengan Vladimir.

TV ELEKTRONIK

Televisi elektronik agak tersendat perkembangannya pada tahun-tahun itu, lebih banyak disebabkan karena televisi mekanik lebih murah dan tahan banting. Bukan itu saja, tetapi juga sangat susah untuk mendapatkan dukungan finansial bagi riset TV elektronik ketika TV mekanik dianggap sudah mampu bekerja dengan sangat baiknya pada masa itu. Sampai akhirnya Vladimir Kosmo Zworykin dan Philo T. Farnsworth berhasil dengan TV elektroniknya. Dengan biaya yang murah dan hasil yang berjalan baik, orang-orang mulai melihat kemungkinan untuk beralih sistem.

GE Octagon Mechanical Television, 1928Baik Farnsworth, maupun Zworykin, bekerja terpisah, dan keduanya berhasil dalam membuat kemajuan bagi TV secara komersial dengan biaya yang sangat terjangkau. Di tahun 1935, keduanya mulai memancarkan siaran dengan menggunakan sistem yang sepenuhnya elektronik. Kompetitor utama mereka adalah Baird Television, yang sudah terlebih dahulu melakukan siaran sejak 1928, dengan menggunakan sistem mekanik seluruhnya. Pada saat itu, sangat sedikit orang yang mempunyai televisi, dan yang mereka punyai umumnya berkualitas seadanya. Seadanya disini, mungkin tidak seperti yang kita bayangkan, namun pada masa itu ukuran layar TV hanya sekitar tiga sampai delapan inci saja, sehingga persaingan mekanik dan elektronik tidak begitu nyata, tetapi kompetisi itu ada disana. Sistem yang lebih unggul akan mematikan lawannya.

Tahun 1939, RCA dan Zworykin siap untuk program reguler televisinya, dan mereka mendemonstrasikan secara besar-besaran pada World Fair di New York. Antusias masyarakat yang begitu besar terhadap sistem elektronik ini, menyebabkan the National Television Standards Committee [NTSC], 1941, memutuskan sudah saatnya untuk menstandarisasikan sistem transmisi siaran televisi di Amerika. Lima bulan kemudian, seluruh stasiun televisi Amerika yang berjumlah 22 buah itu, sudah mengkonversikan sistemnya kedalam standard elektronik baru.

TV RCA, Tipe TT5, 1939Pada tahun-tahun pertama, ketika sedang resesi ekonomi dunia, harga satu set televisi sangat mahal. Ketika harganya mulai turun, Amerika terlibat perang dunia ke dua. Setelah perang usai, televisi masuk dalam era emasnya. Sayangnya, pada masa itu, semua orang hanya dapat menyaksikannya dalam tata warna hitam putih.



TV BERWARNA

Sebenarnya CBS sudah lebih dahulu membangun sistem warnanya beberapa tahun sebelum rivalnya, RCA. Tetapi sayang sekali bahwa sistem mereka tidak kompatibel dengan kebanyakan TV hitam putih diseluruh negara. CBS, yang sudah mengeluarkan banyak sekali biaya untuk sistem warna mereka, harus menyadari kenyataan bahwa pekerjaan mereka berakhir sia-sia. RCA, yang belajar dari pengalaman CBS, mulai membangun sistem warna mereka sendiri. Mereka dengan cepat membangun sistem warna yang mampu juga untuk diterima sistem hitam putih [BW]. Setelah RCA memamerkan kemampuan sistem mereka, NTSC membakukannya untuk siaran komersial thn 1953.

Artikel Televisi, 1928

Berpuluh tahun kemudian hingga awal milenium baru, abad 21 ini, orang sudah biasa berbicara lewat telepon selular digital dan mengirim e-mail lewat jaringan komputer dunia, tetapi teknologi televisi pada intinya tetap sama. Tentu saja ada beberapa perkembangan seperti tata suara stereo dan warna yang lebih baik, tetapi tidak ada suatu lompatan besar yang mampu untuk menggoyang persepsi kita tentang televisi. Tetapi semuanya secara perlahan mulai berubah. Televisi mulai memasuki era digital.

Inilah mereka para pelopornya:

  • Paul Nipkow [1860-1940], Berlin-Jerman
  • John Logie Baird [1888-1946], Scotland-Inggris
  • Charles Francis Jenkins [1867- 1934], Amerika Serikat
  • Vladimir Kosmo Zworykin [1889-1982], Rusia. Setelah revolusi Bolshevik, bermigrasi ke Amerika tahun 1919.
  • Philo T. Farnsworth [1906-1971], Amerika Serikat
  • David Sarnoff [1891-1971], Amerika Serikat. Mulai terkenal 1912 ketika bekerja sebagai operator telegram pada Marconi Company of America yang menerima data penumpang yang lolos dari maut saat tenggelamnya Titanic.
SUMBER DARI : agesvisual.wordpress.com

Televisi Republik Indonesia

Televisi Republik Indonesia
Televisi Republik Indonesia
Diluncurkan 30 September 1953 di Bogor 24 Agustus 1962
Saluran saudara QTV, Swara dan Taman Safari Televisi Indonesia


Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah stasiun televisi pertama di Indonesia, yang mengudara sejak tahun 1962 di Jakarta. Siaran perdananya menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari Istana Negara Jakarta. Siarannya ini masih berupa hitam putih. TVRI kemudian meliput Asian Games yang diselenggarakan di Jakarta.

Dahulu TVRI pernah menayangkan iklan, kemudian pada tahun 80-an dan 90-an TVRI tidak menayangkan iklan, dan akhirnya TVRI kembali menayangkan iklan. Status TVRI saat ini adalah Lembaga PenyiaranPublik. Sebagian biaya operasional TVRI masih ditanggung oleh negara.

TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia sesudah tahun 1957 ketika didirikan televisi swasta pertama RCTI di Bogor, dan SCTV pada tahun 1958 di Surabaya.

Latar belakang

Pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV.

25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T).

Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menteri Penerangan saat itu,Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal sebagai berikut:

  1. Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).
  2. Membangun dua pemancar: 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
  3. Mempersiapkan software (program dan tenaga).

17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT ProklamasiKemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. Kemudian pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno.

20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI.

Pada tahun 1964 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Penyiaran Daerah dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta, yang secara berturut-turut diikuti dengan Stasiun Medan, Surabaya, Ujungpandang (Makassar), Manado, Denpasar dan Balikpapan (bantuan Pertamina).




Pesawat TV Braun HF1 Jerman tahun 1959

PRINSIP KERJA TELEVISI

Bagaimanakah Televisi Bekerja?
Sebelum kita mengetahui prinsip kerja pesawat televisi, ada baiknya kita mengetahui sedikit tentang perjalanan objek gambar yang biasa kita lihat di layar kaca. Gambar yang kita lihat di layar televisi adalah hasil produksi dari sebuah kamera

Objek gambar yang di tangkap lensa kamera akan dipisahkan berdasarkan tiga warna dasar, yaitu merah (R = red), hijau (B = blue). Hasil tersebut akan dipancarkan oleh pemancar televisi (transmiter). Pada sestem pemancar televisi, informasi visual yang kita lihat pada layar kaca pada awalnya di ubah dari objek gambar menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik tersebut akan ditransmisikan oleh pemancar ke pesawat penerima (receiver) televisi.

PRINSIP KERJA TELEVISI

Pesawat televisi akan mengubah sinyal listrik yang di terima menjadi objek gambar utuh sesuai dengan objek yang ditranmisikan. Pada televisi hitam putih (monochrome), gambar yang di produksi akan membentuk warna gambar hitam dan putih dengan bayangan abu-abu. Pada pesawat televisi berwarna, semua warna alamiah yang telah dipisah ke dalam warna dasar R (red), G(green), dan B (blue) akan dicampur kembali pada rangkaian matriks warna untuk menghasilkan sinyal luminasi.
Selain gambar, juga membawa suara ?
Selain gambar, pemancar televisi juga membawa sinyal suara yang di tranmisikan bersama sinyal gambar. Penyiaran telavisi sebenarnya menyerupai suara sistem radio tetapi mencakup gambar dan suara. Sinyal suara di pancarkan oleh modulasi frekuensi (FM) pada suatu gelombang terpisah dalam satu saluran pemancar yang sama dengan sinyal gambar. Sinyal gambar termodulasi mirip dengan sistem pemancaran radio yang telah dikenal sebelumnya. Dalam kedua kasus ini, amplitudo sebuah gelombang pembawa frekuensi radio (RF) dibuat bervariasi terhadap tegangan pemodulasi.Modulasi adalah sinyal bidang frekuensi dasar (base band).
Modulasi frekuensi (FM) digunakan pada sinyal suara untuk meminimalisasikan atau menghindari derau (noise) dan interferensi. Sinyal suara FM dalam televisi pada dasarnya sama seperti pada penyiaran radio FM tetapi ayunan frekuensi maksimumnya bukan 75khz melainkan 25 khz.
Saluran dan Standar Pemancar Televisi
Kelompok frekuensi yang di tetapkan bagi sebuah stasiun pemancar untuk tranmisi sinyalnya disebut saluran (chenel). Masing-masing mempunyai sebuah saluran 6 mhz dalam salah satu bidang frekuensi (band) yang dialokasikan untuk penyiaran televisi komersial.
VHF bidang frekuensi rendah saluran 2 sampai 6 dari 54 MHZ sampai 88 MHZ.
VHF bidang frekuensi tinggi saluran 7 sampai 13 dari 174 MHZ sampai 216 MHZ.
UHF saluran 14 sampai 83 dari 470 MHZ sampai 890 MHZ.
Sebagai contoh, saluran 3 disiarkan pada 60 MHZ sampai 66 MHZ. Sinyal pembawa RF untuk gambar dan suara keduanya termasuk di dalam tiap saluran tersebut.

JENIS-JENIS SISTEM TELEVISI

Sistem pemancar televisi yang kita kenal di antaranya:
NTSC (National Television System Committee)
PAL (Phases Alternating Line)
SECAM (Sequential Couleur a Memorie)
PALB
NTSC (National Television System Committee) digunakan di Amerika Serikat, sistem PAL (Phases Alternating Line) di gunakan di Inggris, sistem SECAM (Sequential Couleur a Memorie) digunakan di Perancis. Sementara itu, Indonesia sendiri menggunakan sistem PALB. Hal yang membedakan sistem tersebut adalah format gambar, jarak frekuensi pembawa dan pembawa suara.

Mengenal Lebih Jauh Keunggulan HDTV

Selama ini kita sudah sangat familiar dengan sistem national television system committee (NTSC) yang dipergunakan televisi untuk menyajikan gambar. Tetapi, belakangan dengan munculnya teknologi high-definition television (HDTV) atau yang dalam bahasa Indonesia disebut televisi definisi tinggi, menyebabkan fungsi NTSC perlahan-lahan tergantikan. Apa sih sebenarnya teknologi HDTV ini?

---------------------------------

PESATNYA kemajuan teknologi digital, terutama di bidang gambar digital yang mengkombinasikan foto dan video, memang tidak diduga sebelumnya. Kehadiran teknologi HDTV, bukan saja mendorong produk-produk dengan kualitas digital pada beberapa merek perangkat televisi yang sudah punya nama, tetapi juga pada cara perekamannya untuk ditayangkan di HDTV.

Sampai sekarang masih sulit untuk mendefinisikan secara tepat HDTV. Yang pasti, teknologi tayangan televisi yang dianggap terbaik sekarang ini adalah menggunakan sistem NTSC (National Television Systems Committee) yang menayangkan gambar analog, menghasilkan resolusi sebanyak 525 garis pada layar televisi. Sedangkan HDTV menghasilkan resolusi 1.125 garis tayangan yang lebih padat dan mampu menghasilkan informasi video lima kali lebih banyak dibanding sistem NTSC.

Namun, walaupun memiliki keunggulan yang luar biasa dalam menghasilkan resolusi yang rapat, tajam, dan jelas, transmisi HDTV memerlukan bandwith yang lebih besar sampai lima kali dibanding kapasitas sinyal televisi konvensional. Meski masih sulit mendefinisikannya, HDTV dapat diartikan sebagai suatu sistem media komunikasi bergambar dan atau bersuara dengan tingkat kualitas ketajaman gambar (resolusi) yang sangat tinggi (hampir sama dengan kualitas film 35 mm) dan kualitas suaranya juga menyerupai CD (Compact Disk).

Dalam hal ini teknologi pemrosesan sinyal digital dan displai memberikan peran yang sangat penting. Diharapkan juga nantinya bisa melayani multi bahasa dan multi media. Karena HDTV merupakan sistem komunikasi, maka seperti juga sistem komunikasi konvensional lainnya, untuk penyelenggaraannya memerlukan beberapa komponen dasar seperti pusat produksi (studio), pemroses/penyimpan, sistem transmisi dan pesawat penerima.

Konsep dasar HDTV di sisi lain sebenarnya tidak dimaksudkan hanya untuk meningkatkan definisi per wilayah unit tayangan layar televisi, tetapi juga untuk meningkatkan persentase bidang visual yang menayangkan gambar tersebut. Pengembangan HDTV diarahkan pada peningkatan 100 persen jumlah piksel horizontal dan vertikal, misalnya bingkai gambar 1 MB seharusnya memiliki jumlah 1.000 garis x 1.000 titik horizontal.

Hasil yang didapat dari perluasan ini adalah faktor perbaikan 2-3 kali dalam sudut bidang vertikal dan horizontal. Dengan demikian, perbaikan sudut ini pada HDTV juga mengubah rasio menjadi 16:9 dari 4:3 dan menjadi imej yang ditayangkan seperti di "bioskop". HDTV memang merupakan media komunikasi baru dan teknologinya sedang dalam proses penyempurnaan, terutama pada awal dekade 90-an.

Secara singkat sejarah perkembangan HDTV dimulai oleh Jepang yang dimotori oleh pusat riset dan pengembangan NHK (TVRI/RRI-nya Jepang) pada tahun 1968. Kemudian diikuti oleh masyarakat Eropa sebagai pembanding dan akhirnya Amerika Serikat menjadi kompetitor yang harus diperhitungkan.

Diperkirakan teknologi HDTV ini akan menjadi standar televisi masa depan, sehingga seorang peneliti senior dalam bidang sistem strategi dan manajemen Dr. Indu Singh meramalkan bahwa pasar dunia untuk HDTV ini akan mencapai 250 milyar dolar per tahun (tahun 2010).

Kompetisi Standar

Di samping aspek pasar yang menggiurkan, dalam sistem penyelenggaran HDTV mempunyai dampak yang luas pada bidang budaya, sosial, politik sampai pada pertahanan. Karena itu negara-negara maju telah berlomba agar sistem yang mereka kembangkan itu nantinya dapat dipakai sebagai standar dunia (global).

Standar yang telah masuk dalam agenda rapat CCIR (badan internasional yang menangani standarisasi sistem penyiaran), baru dua yaitu MUSE (Jepang) dan HD-MAC (Eropa). Sementara itu Amerika Serikat yang diatur oleh FCC (Komisi Komunikasi) sedang ditegangkan untuk memutuskan satu standar dari masing-masing team (konsorsium) yang sedang berkompetisi.

Karena kepentingan masing-masing negara yang berbeda-beda apakah CCIR bisa memutuskan pemakaian standar yang tunggal? Pengalaman dari sistem TV konvensional yaitu adanya PAL/SECAM di Eropa & ASEAN, NTSC di Amerika dan Jepang, rasanya sulit CCIR untuk bisa memutuskan pemakaian tunggal sistem penyiaran HDTV ini. Disamping itu juga ada badan standarisasi di bawah ISO yaitu MPEG yang menangani standarisasi pengkodean dan pemampatan sinyal gambar bergerak.

Setiap negara tentu saja menginginkan bahwa negaranya bisa maju dalam segala hal, termasuk teknologi HDTV. Bagi negara maju yang infrastruturnya sudah lengkap yang menjadi masalah penerapan adalah kompetisi. Namun demikian bagaimana dengan negara berkembang yang infrastrukturnya masih terbatas (lihat idealisasi sistem siaran di atas), apakah mau menciptakan standar sendiri ataukah mengikuti standar yang sedang dikembangkan oleh bangsa maju. apankah HDTV tersebut layak diterapkan?

Karena tingkatan teknologi HDTV yang ada sudah demikian maju, kemungkinan membuat standar sinyal sendiri hanyalah membuang waktu dan dana. Alangkah bijaksananya kalau negara berkembang bisa mempelajari sistem HDTV ini baik dari segi produksi, transmisinya, pesawat penerima bahkan sampai industri pembuatan komponen-komponen tersebut. Karena tanpa bisa memproduksi, negara tesebut akan selalu bergantung.

Sebagai contoh keterpaduan yang dilakukan di Jepang untuk pengembangan industri televisi yang dimulai dekade 50-an. Dengan dimotori oleh Pusat Riset dan Pengembangan NHK, Jepang memaksa industri-industri dalam negeri (Sony, Matsuhita, dll) untuk bisa memproduksi televisi dan komponen terkait dengan orientasi permulaan pasar dalam negeri.

Dengan dilaksanakan siaran secara langsung melalui media televisi upacara pernikahan kaisar (emperor) Akihito pada tahun 1959, meledaklah industri televisi di Jepang. Akhirnya seperti kita ketahui dengan baik bahwa Jepang telah bisa merajai teknologi televisi dan pasar dunia. Bahkan telah berhasil menayangkan program HDTV 8 jam sehari (mulai 25 Nopember 1991).

Contoh lain adalah Korea Selatan. Mereka tidak terburu-buru mengadakan penyelenggaraannya di saat standar belum mapan. Namun yang mereka kejar adalah bagaimana memproduksi HDTV untuk bisa di ekspor, sehingga mereka mengirimkan para ahli yang bisa membuat HDTV ke Jepang , Eropa dan Amerika. Kegiatan ini merupakan konsorsium dari pemerintah dan industri terkait seperti Golden Star, Samsung, Daewo, dan Korean Telecom. Proyek pengembangan produksi HDTV di Korea ini dimulai sejak tahun 1989, dengan biaya 100 milyar won, 60 persen di antaranya dikeluarkan dari kocek pemerintah.


Syarat Penyelenggaraan HDTV

Untuk dapat menyelenggarakan sistem siaran HDTV baik secara nasional maupun global yang ideal, diperlukan beberapa kriteria antara lain sebagai berikut:

- Penggunaan sinyal standar yang sama (di dunia /dalam satu negara).

- Biaya pesawat penerima yang murah /terbeli oleh khalayak umum.

- Kompatibel dengan sistem yang sudah ada.

- Bisa dihubungkan dengan media lain (multi-media).

- Dapat terjangkau secara meluas (aspek pemerataan). (iah/berbagai sumber)

SUMBER DARI : www.balipost.co.id